- Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Mesuji, Taifik Widodo memberikan klarifikasi atas beredarnya video yang menampilkan dirinya yang selolah mengatakan bahwa di Lampung tidak ada tanah adat.
Taufik menjelaskan bahwa video yang beredar tersebut tidak secara utuh ditayangkan sehingga tidak menampilkan konteks pembicaraan secara keseluruhan..
“pada saat itu saya sedang menyampaikan kepada warga tentang kronologi konflik serta upaya-upaya maupun hasil dari konsultasi unsur Forkopimda Mesuji dengan berbagai institusi, baik ke kementrian ATR/BPN, Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, dan Fakultas Hukum Unila. Saya hanya menceritakan berdasarkan kronologisnua, jadi bukan menyampaikan pendapat pribadi saya,” terangnya
.
Dilanjutkan Taufik, bahwa apa yang disampaikan dalam pembicaraannya itu berawal dari konflik agraria antara kelompok warga Buay Mencurung dengan PT Sumber Indah Perkasa (SIP) yang telah sejak tahun 2019 sampai saat ini.
Menurutnya, berbagai upaya mediasi telah dilakukan oleh pihak kepolisian, pemerintah Kabupaten Mesuji, dan unsur Forkopimda lainnya. Namun belum mencapai kesepakatan bersama.
“Terhadap kedua belah pihak sudah dilakukan beberapa kali mediasi disertai surat perjanjian bersama tapi selalu gagal. Akhirnya, Forkopimda meminta kepada kedua belah pihak untuk menempuh jalur hukum, baik pidana, perdata, maupun tata usaha negara” terangTaufik lagi.
Lalu, dalam rangka prinsip kehati-hatian dan agar tidak ada salah satu pihak yang dirugikan maka unsur Kepolisian Resor Mesuji bersama unsur Pemkab, dan BPN Mesuji melakukan konsultasi ke berbagai lembaga di tingkat daerah dan juga pusat, yaitu konsultasi BPN Provinsi, Kementerian ATR/BPN, Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga KPAI, dikarenakan di lokasi yang dipersengketakan tersebut terdapat kelompok perempuan dan anak-anak.
“Kami ingin langkah yang sesuai aturan dan memperhatikan hak-hak masyarakat. Karena itu kami juga berkonsultasi ke banyak lembaga agar tidak ada yang terlanggar,” jelasnya.
Setelah itu, Pemkab Mesuji dan kepolisian juga berkonsultasi ke Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) dan bertemu dengan Prof. F.X. Sumarja untuk meminta penjelasan berkenaan administrasi ataupun dokumen pertanahan.
“Penjelasan tersebutlah yang kami sampaikan kembali kepada warga. Nah, pada bagian itulah yang kemudian ditayangkan dalam video hingga menimbulkan salah tafsir, sedangkan bagian awalnya sebagaimana kronologisnya tidak ditayangkan,” kata Taufik.
Ditambahkan Taufiq, penjelasan yang disampaikan pakar hukum Unila tersebut saat konsultasi, bahwa sejak tahun 1952 terjadi pengalihan sistem dari marga ke negeri, sehingga tanah-tanah marga yang tidak dikelola diambil alih oleh negara, sedangkan tanah yang dikelola masyarakat menjadi milik masyarakat atau perorangan
Taufik menegaskan bahwa dirinya tidak bermaksud menyinggung tatanan atau sistem adat di Lampung. Dalam hal ini ia hanya menyampaikan hasil konsultasi terkait administrasi pertanahan, bukan menyatakan pendapat pribadi.
“Saya sangat menghormati dan mencintai Lampung. Saya menyadari ucapan saya tersebut telah menimbulkan salah paham, karena itu dari lubuk hati yang terdalam saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada para tokoh adat Lampung, serta seluruh masyarakat Lampung” ujarnya.
Dirinya berharap, klarifikasi dan permohonan maafnya tersebut ini dapat meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.