LKBH SPSI LAMPUNG MENGUTUK KERAS TINDAKAN KESEWENANGAN TERHADAP MAHASISWA UM METRO DAN PEMBEKUAN SENAT FH UM METRO
Metro-LKBH SPSI Lampung mengutuk keras atas tindakan yang dilakukan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Metro yang dianggap telah membungkam kebebasan berserikat, dan berpendapat terhadap mahasiswanya.
Permasalahan ini bermula saat SENAT FH UM Metro melakukan kritik terhadap kampusnya yang dinilai adanya beberapa fasilitas yang tidak layak seperti toilet, AC yang sudah rusak, kipas angin yang sudah tidak berfungsi, serta kerusakan di beberapa gedung. Tidak adanya kantin dan ruang diskusi bagi mahasiswa juga menjadi masalah.
Oleh sebab itu pada 29 Agustus 2024 tepatnya pada hari terakhir Mastama (Masa Ta’aruf Mahasiswa) mereka menyampaikan aspirasi berupa kritik terkait kondisi fasilitas di UM Metro dengan menuliskan “Welcome Mahasiswa Baru di Kampus Bobrok”.
Atas kejadian tersebut Dekan Fakultas Hukum UM Metro mengeluarkan surat pembekuan Senat serta adanya Laporan Polisi terhadap 2 orang mahasiswa atas dugaan pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) jo ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik atau Pasal 311 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang KUHPidana.
LKBH SPSI Lampung berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan oleh pihak kampus tidaklah seharusnya melakukan pembekuan Senat dan melaporkan mahasiswanya yang menyampaikan kritik tersebut.
“Sangat disayangkan, bahwa kritik yang disampaikan oleh mahasiswa tersebut yang seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi internal kampus, justru berujung dengan pembekuan Senat dan melakukan Laporan Polisi terhadap 2 orang mahasiswanya”. Ujar Aji Sofwan, S.H., Manager Penelitian dan Pengembangan LKBH SPSI Lampung, 18 November 2024.
“Tindakan yang dilakukan oleh pihak kampus semestinya memperhatikan aspek kebebasan berserikat dan berpendapat sesuai dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, lanjutnya.
LKBH SPSI Lampung menilai, bahwa dilihat dari asas Hukum Pidana yaitu asas ultimum remedium yang mana jika kritik yang dilakukan oleh Mahasiswa tersebut dianggap perbuatan melawan hukum dan berpotensi mengganggu kegiatan akademik, maka tindakan pihak kampus seharusnya dapat memberikan teguran dan pembinaan terhadap mahasiswa yang bersangkutan melalui Kelompok Penasehat Mahasiswa, oleh karenanya tindakan yang dilakukan oleh pihak kampus dengan cara pembekuan Senat dan dilaporkannya 2 orang mahasiswa kepada pihak kepolisian bukanlah jalan yang terbaik, terlebih masih banyak upaya-upaya solutif yang dapat di jalankan dan Hukum Pidana menjadi jalan terakhir yang dapat dijalankan.
“Kebebasan akademik dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU DIKTI) yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (3) UU Dikti yang menyatakan “Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.” Kendati demikian, penyampaian kritik oleh Mahasiswa terhadap kondisi beberapa fasilitas kampus yang dianggap sudah tidak layak, semestinya dapat dipertimbangkan untuk menjadi bahan evaluasi pimpinan kampus demi kepentingan fasilitas Sivitas Akademika,” sambungnya.
“Harapan kami dari permasalahan tersebut agar kiranya pihak kampus dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan dan mengambil langkah solutif dalam menyikapi permasalahan ini tanpa melibatkan pihak luar kampus,” ungkapnya.